PENBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN BERBASIS AL-QUR’AN



PENBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN BERBASIS AL-QUR’AN
Dr. Rosniati Hakim, M. Ag.[1]
A. Dasar Pemikiran


Dasar-dasar pendidikan agama yang telah diletakkan orang tua, menjadi tugas guru agama di lembaga pendidikan formal, dan nonformal. Para guru pendidikan agama Islam termasuk ke dalam ruang lingkup ahlikum yang berkewajiban pula menjaga mereka dari kehancuran (QS At-tahrim; 66:6). Pendidikan adalah sebuah proses yang tak berkesudahan yang sangat menentukan karakter bangsa pada masa kini dan masa datang, apakah suatu bangsa akan muncul sebagai bangsa berkarakter baik atau bangsa berkarakter buruk, sangat tergantung pada kualitas pendidikanyang dapat membentuk karakter anak bangsa tersebut.


Negara Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan NasionalPasal 3 UU tersebut menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Wacana tentang pendidikan karakter juga muncul dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menanggapai maraknya korupsi beserta perilaku negatif lain, yang menunjukkan pelakunya tidak berkarakter baik. Karakteryang dibangun pada siswa tidak semata-mata tugas guru atau sekolah. Mengingat siswa beraktivitas tidak hanya di sekolah, namun siswa juga menghabiskan waktu di rumah dan sekaligus menjadi anggota masyarakatyang merupakan bagian dari warga negara Indonesia maupun warga dunia. Disatu sisi guru dituntut untuk mendidik siswa menjadi generasi muda yang berkarakter baik, namun disisi lain setiap hari siswa melihat contoh orang tua di rumah dan masyarakat yang mungkin sering tidak taat pada peraturan.
Pendidikan karakter selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam meningkatkan derajat dan martabat bangsa Indonesia. Di lingkungan Kemdiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinannya. Pembentukan karakter itu dimulai dari fitrah yang diberikan Tuhan, yang kemudian membentuk jati diri dan prilaku. Dalam prosesnya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memiliki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan prilaku. Sekolah dan masyarakat sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang sangat penting, oleh karena itu setiap sekolah dan masyarakat harus memiliki pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Para pemimpin dan tokoh masyarakat juga harus mampu memberikan suri teladan mengenai karakter yang akan dibentuk tersebut.
Hal ini menjadi perhatian sungguh bagi pemerintah daerah dengan terbitkannya Peraturan Daerah Kota Padang No. 06 Th 2003 tentang kewajiban bagi peserta didik SD/MI pandai BTQ/A. Dan Peraturan Gubernur no.70 Tahun 2010 tentang Pendidikan al-Qur’an.
Ditegaskan bahwa pendidikan al-Qur’an merupakan bagian dari struktur kurikulum pada semua jenjang pendidikan formal (pasal 6 ayat 1), penyelenggaraan pendidikan al-Qur’an merupakan bagian dari kurikulum nasional (pasal 5 ayat 3). Pendidikan al-Qur’an bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, pandai baca tulis al-Qur’an , berakhlak mulia, mengerti dan memahami serta mengamalkan kandungan al-Qur’an ”.
Setidaknya ada empat aspek yang menjadi alasan untuk menerapkan gagasan ini. Pertama, aspek dogmatis. Secara dogmatis diyakini bahwa al-Qur’an adalah pedoman hidup manusia. Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang kehidupan spiritual an sich, akan tetapi mengandung ajaran yang komprehensif, holistik dan universal. Bahkan al-Qur’an juga mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang tetap relevan sepanjang zaman sehingga tatanan kehidupan masyarakat memiliki peradaban yang tinggi. Hanya saja, perlu pengembangan metodologi dalam pemahaman al-Qur’an sehingga ia lebih "membumi" dan mampu menjawab tantangan dan kebutuhan umat. Jadi, jika muncul anggapan dewasa ini umat Islam terbelakang bukan berarti al-Qur’an yang bermasalah, akan tetapi manusia itu sendirilah yang tidak mampu memahami pesan al-Qur’an tersebut.
Kedua, aspek sosio-kultural. Secara sosio-kultural, masyarakat Sumatera Barat Minangkabau dan beragama Islam memiliki kultur yang menyatu dengan al-Qur’an. Bahkan ketika orang berbicara tentang sosio-kultural Sumatera Barat, maka key word yang ada dalam persepsinya hanya ada dua kata: adat dan agama (Islam). Hal ini beralasan mengingat falsafah Adat Basandi Syarak; Syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK) begitu mengakar dalam budaya mereka. Untuk melestarikan dan mewujudkan falsafah yang selalu didengungkan ini dalam kehidupan nyata, perlu dilakukan upaya melalui proses pendidikan sehingga mampu menerapkan Kitabullah (al-Qur’an) tersebut. Jika tidak, maka falsafah ABS-SBK hanya menjadi buah bibir semata.
Ketiga, aspek historis. Berbicara tentang sejarah pendidikan Minangkabau di Sumatera Barat tentu tidak terlepas dari pendidikan surau. Sistem pendidikan Surau masih tetap menarik untuk dikaji dan diteliti hingga saat ini. Sebab, pendidikan surau telah memberikan kontribusi yang amat besar terhadap pembangunan daerah Sumatera Barat, bahkan terhadap bangsa Indonesia secara nasional dengan tampilnya beberapa ulama dan cendikiawan terkemuka yang merupakan produk dari pendidikan surau tersebut. Dan perlu ditegaskan bahwa setiap surau yang berperan sebagai lembaga pendidikan pasti didalamnya terdapat pendidikan al-Qur’an. Namun, pendidikan surau tidak mampu tampil sebagai lembaga pendidikan survive seperti pesantren di tanah Jawa. Kini, masyarakat Sumatera Barat banyak yang mengalami romantisme sejarah, lalu mempopulerkan gagasan "babaliak ka surau" karena surau telah dianggap berhasil pada zamannya. Cara yang paling bijak untuk menerapkan gagasan itu adalah dengan menerapkan kembali ciri khas sistem pendidikan surau itu sendiri, yaitu pedidikan al-Qur’an.
Keempat, aspek politik. Secara politik, gagasan al-Qur’an sebagai karakter pendidikan juga sangat beralasan. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 4, misalnya, disebutkan bahwa pada tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kata-kata iman dan takwa jelas terinspirasi dari isi al-Qur’an. Dalam perspektif Islam, mustahil seseorang mampu beriman dan bertakwa tanpa mengamalkan kandungan al-Qur’an. Karenanya, mempelajari al-Qur’an merupakan keniscayaan bagi yang ingin mengamalkan al-Qur’an secara baik.
Selain itu, kebijakan pemerintah dewasa ini sedang menerapkan pendidikan karakter. Hakikat pendidikan karakter adalah akhlak mulia. Dalam perspektif Islam, akhlak itu mesti merujuk pada Rasulullah SAW sebagaiuswatun hasanah. Suatu ketika sahabat bertanya pada Aisyah radhiallahu ’anha tentang akhlak Nabi SAW .
(
Dari Al-Hasan ia berkata: Aisyah ditanya tentang akhlaq Rasulullah SAW, maka dia menjawab: Akhlaqnya adalah al-Qur’an . (HR Ahmad).
Oleh karena itu, pendidikan al-Qur’an melahirkan dan memperkuat pendidikan karakter yang saat ini sedang dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Propinsi Sumatera Barat. Bahkan al-Qur’an sejatinya menjadi karakter atau ciri khas pendidikan Sumatera Barat.
II. PENTINGYA PENDIDIKAN AL-QUR’AN
Pertama dapat dilihat pada tujuan mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kalamullah, kitab suci mulia yang paling paripurna, pedoman dan landasan hidup setiap manusia beriman, yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Isinya mencakup segala segi kehidupan manusia. Kemuliaan umat ini adalah tergantung kepada bagaimana mereka berinteraksi terhadap al-Qur’an. “Hidup di bawah naungan al-Qur’an”, demikian kata al-Syahid Saiyyid Quthb, dalam Zhilal-nya.
Sebagai kitab pedoman, ia harus dibaca dan bahkan sangat dianjurkan untuk dijadikan bacaan harian. Hal ini tersirat dalam berbagai keistimewaan, baik dalam keistimewaan tilawah, keistimewaan tadabbur, dan keistimewaan hifzh atau hafalan (Abdul Aziz Rauf Al Hafidz,Lc,1998:1-2).
Keistimewaan tilawah, artinya Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang harus dibaca, bahkan dianjurkan untuk dijadikan bacaan harian. Membacanya dinilai oleh Allah SWT sebagai ibadahPahala yang diberikan–Nya berlipat ganda, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ;
Saya tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf. (HR. Turmuzi).
Pada hakikatnya tilawah bukanlah hal yang sederhana, namun dalam bertilawah seorang qari (pembaca) dituntut untuk menjaga keaslian bacaanal-Qur’an seperti yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAWmalalui Jibril as. Firman Allah:
Apabila Kami telah membacanya maka ikutilah bacaannya itu. (QS. al Qiyamah;75:18).
Rasulullah SAW dalam hal pengajaran al-Qur’an ini, menunjuk dan memberi kepercayaan kepada beberapa orang sahabat untuk mengajarkannya, di antaranya kepada Mu’az bin Jabal, Ubay bin Ka’ab dan Salim Maula Abi Hudzaifah. Para sahabat kemudian mengajarkannya kepada Tabi’in, dan demikian seterusnya. Al-Qur’an diajarkan secara turun temurun dalam keadaan asli tanpa terkurangi huruf-hurufnya, kalimat-kalimatnya, bahkan sampai teknis bacaannya. Untuk menjaga keaslian itulah ulama menjaga sanad al-Qur’an (runtutan para pengajar al-Qur’andari sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang).
Karena itu pulalah, metode yang asasi dan asli dalam mempelajari al-Qur’an dengan TALAQQI , yaitu mempelajari al-Qur’an melalui seorang guru langsung berhadap-hadapan dimulai dari surat al Fatihah sampai al Nas. Namun mengingat terbatasnya jumlah orang yang menguasai al-Qur’an , terutama dalam hal tilawah, maka ulama ahli qiraat meletakkan kaedah-kaedah cara membaca yang baik dan benar, yang disebut dengantajwid.

Keistimewaan dalam tadabbur, artinya al-Qur’an akan benar-benar menjadi ruh (penggerak) bagi kemajuan kehidupan manusia manakala selalu dibaca dan ditadabburkan makna yang terkandung dalam setiap ayat-ayatnya. Allah SWT berfirman :
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu sebuah ruh (al-Qur’an ) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab itu dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa d-iantara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (Q.S. al-Syura;42:52
Sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu dengan berkah agar mereka mentadabburkan ayat-ayatnya dan agar menjadi peringatan bagi orang-orang yang berakal. (Q.S Shad;38:29)
Keistimewaan hafalan, artinya al-Qur’an selain dibaca atau direnungkan juga perlu dihafal, dipindahkan dari tulisan ke dalam dada, karena hal ini merupakan ciri khas orang-orang yang diberi ilmu, juga sebagai tolok ukur keimanan dalam hati seseorang. Firman Allah SWT:
Sebenarnya al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada-dada orang-orang yang diberi ilmu, dan tidaklah mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang dzalim. (QS al-Angkabut;29:49).
Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya tidak terdapat sebagian ayat daripada al-Qur’an, bagaikan rumah yang tidak ada penghuninya. (HR. Turmuzi) Kedua dapat dilihat pada keutamaan belajar dan mengajarkan al-Qur’an, seperti berikut:
a. Orang yang belajar dan mengajarkan al-Qur’an adalah sebaik-baik umat. Kelak mereka akan menerima balasan pahala dari Allah yang berlipat ganda, Rasulullah SAW . bersabda:
Dari ‘Utsman, dari Nabi SAW . Telah bersabda: sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar al-Qur’an dan yang mengajarkannya. (HR. Bukhari)
Telah berkata Ibnu Mas’ud, bersabda Nabi SAW : Bacalah olehmu al-Qur’an, maka sesungguhnya kamu akan diberi pahala dengan setiap huruh itu sepuluh kebaikan….(HR.Turmuzi)
b. Orang yang membaca al-Qur’an, mereka mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Allah SWT befirman dalam surat al Fathir ayat 29:
Sesungguhnya orang-orang yang membaca al-Qur’an, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. (QS. Al Fathir;35:29.)
c. Disamping amal kebajikan, memperbanyak membaca al-Qur’an dapat membebaskan seseorang dari sentuhan api neraka, karena ia datang kelak pada hari kiamat memberi syafa’at. Abdul Mukti TS. (1987:216-217), mengemukakan fatwa Imam Jalaluddin Al Suyuthy;
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, hadits dari Abi Amamah, barsabda Nabi SAW : Bacalah olehmu al-Qur’an karena al-Qur’an itu datang pada hari kiamat memberi syafa’at bagi pembacanya.
d. Membaca al-Qur’an merupakan ibadah yang lebih utama dari umat Muhammad SAW
Rasulullah SAW pernah menerangkan kepada para sahabatnya tentang kemuliaan orang yang membaca al-Qur’an, sebagaimana riwayat berikut:
Telah bersabda Nabi Muhammad SAW : Barang siapa yang mengharap hendak bertemu dengan Allah, maka hendaklah ia memuliakan ahli Allah, sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah Allah mempunyai ahli? Jawab Nabi: Ya. Kemudian sahabat bertanya lagi: Siapakah mereka itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab: Ahli Allah di dunia ialah orang-orang yang membaca al-Qur’an. Ketahuilah, barang siapa yang memuliakan mereka itu, Allah akan memuliakannya, dan memberikan surga kepadanya. Dan barang siapa yang menghinakan mereka itu, maka Allah akan menghinakannya pula, dan akan memasukkannya ke dalam neraka. Hai Abu Hurairah, tidak ada seorangpun yang paling mulia di sisi Allah selain dari orang yang membaca al-Qur’an. Ketahuilah, sesungguhnya orang yang membawa al-Qur’an (untuk dibaca) itu di sisi Allah lebih mulia daripada semua orang selain para nabi.
Pada riwayat lain Nabi Muhammad SAW . membanggakan umatnya yang gemar membaca al-Qur’an :
Ibadah umatku yang lebih utama ialah yang membaca al-Qur’an (Abdul Mukti TS, 1987:217-220)
Begitu pentingnya, Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya: “Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara: mencintai nabimu, mencintai keluarga nabi, dan membaca al-Qur’an ”, HR Thabrani)”. “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya , HR: Bukhari)”.
Pentingnya pendidikan al-Qur’an, dapat dilihat dati tujuan tujuan mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya sebagai berikut;
Tujuan mempelajari al-Qur’an selain sebagai ibadah membacanya, Mahmud Yunus dalam bukunya; Metodik Khusus Pendidikan Agama(1978:55-56) mengemukakan sebagai berikut:
1. Memelihara kitab suci dan membacanya serta memperhatikan apa-apa isinya, untuk jadi petunjuk dan pengajaran bagi kita dalam kehidupan didunia.
2. Mengingat hukum agama yang termaktub dalam al-Qur’an ,serta menguatkan keimana dan mendorong berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan.
3. Mengharapkan keridhaan Allah dengan menganut i’ktikad yang syah dan mengikuti segala suruhaNnya dan menghentikan segala larangan-Nya.
4. Menanamkan akhlak yang mulia dengan mengambil ‘ibrah dan pengajaran, serta tiru teladan yang baik dari riwayat-riwayat yang termaktub dalam al-Qur’an.
5. Menanam rasa keagamaan dalam hati dan menumbuhkannya, sehingga bertambah tetap keimanan dan bertambah dekat hati kepada Allah.
Mempelajari al-Qur’an amat penting sekali dimulai sejak kanak-kanak, baik di sekolah, atau diluar sekolah, seperti di rumah, di mesjid, langgar, atau surau, di Taman Pendidikan al-Qur’an (TPA), di Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), di pondok-pondok al-Qur’an dan sebagainya, karena waktu itu tenaga hafalan kanak-kanak sangat kuat, sehingga mudah baginya menghafal ayat-ayat yang perlu dibaca dalam shalat atau di luarnya sebagai langkah awal. Sebab itu pula sudah menjadi kebiasaan dari dahulu kala, kanak-kanak belajar itu di surau-surau (langgar) di seluruh Indonesia. Perguruan al-Qur’an itu harus dihidupkan di tempat-tempat seperti disebut di atas, baik petang hari atau malam hari, pagi atau siang. Tetapi supaya pelajaran itu lebih teratur dan menghasilkan tujuan di atas, haruslah diturut cara-cara yang baik untuk mengajarkannya. Lebih lanjut Mahmud Yunus mengatakan bahwa, pada zaman sekarang, kita merasa perlu mempelajari al-Qur’an menurut dasar-dasar yang kokoh, bukan semata-mata membaca dan melagukan saja. Karena al-Qur’an itu di turunkan Allah untuk petunjuk dan penuntun bagi masyarakat Islam khususnya dan masyarakat / ummat manusia umumnya.
Sementara Moh. Saleh Samak, mengemukakan pula dalam bukunya; Ilmu Pendidikan Islam-Fannu al Tadris (1983:65-66), bahwa tujuan mengajarkan Al-Qur’an kepada murid-murid adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan asas utama syariat Islam.
2. Untuk meninggikan daya berfikir murid-murid tentang hidup dan menikmati keindahan bahasanya.
3. Untuk memberi faham ayat-ayat yang dipelajarinya.
4. Supaya murid-murid mengetahui hukum-hukum agama yang terkandung di dalam al-Qur’an dan mengingati serta menghafalnya.
5. Untuk membentuk akhlak murid-murid.
Untuk memberi faham tentang ayat-ayat yang dipelajari, misalnya mengerti tiap-tiap arti perkataan, makna ayat dan seterusnya, harus dilakukan melalui hafalan di samping membaca. Di saat itu murid dibiasakan menghafal ayat-ayat al-Qur’an sesuai kandungan ayat secara bertahap sesuai kemampuan murid. Tujuan mengajar al-Qur’an untuk membentuk akhlak murid, dapat dicapai dengan memahami dan mengerti nas-nas dari al-Qur’an.
Pentingnya pendidikan al-Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang beriman (mukmin), di samping mengimani, membaca, mengamalkan, dan memeliharanya. Melalui pedidikan al-Qur’an setiap peserta didik akan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu terbentuknya karakter baik atau akhlak mulia sebagai tujuan tertinggi dari pendidikan Islam.
III PEMBENTUKAN KARAKTER
Menurut Dr Daoed Joesoep, bahwa ada tiga elemen dasar pembentuk watak atau karakter bangsa Indonesia yaitu, pola pikir, kebudayaan nasional, dan pancasila. Pertama, pola pikir ini didasari oleh fakta empiris, religiusitas/mitologi, politik etik, dan generalisasi ilmiah. Dari keempat dasar pola pikir tersebut ketiganya (fakta empiris, religius dan politik) cenderung divergen yang pada akhirnya bisa membuat bias watak/karakter bangsa. Kedua, kebudayaan nasional bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan keanekaragaman bentuk dan latar belakangnya. Ini bisa menjadi sebuah modal dasar yang positif dalam bingkai bhineka tunggal ika, tapi tak jarang menimbulkan tantangan tersendiri dalam pengelolaannya. Ketiga, pancasila adalah merupakan modal positif untuk menjadi butir-butir yang pantas menjadi filosafi, tapi belum cukup untuk menjadi sistem filosofi bangsa. Sebagai butir-butir yang pantas menjadi filosofi perlu diurai lebih dalam menjadi sistem filosofi. Mencermati tantangan yang muncul dari ketiga elemen dasar pembentukan watak/karakter bangsa tersebut maka mepecahanya adalah melalui pembenahan bidang pendidikan. Pendidikan yang sebenarnya yaitu pendidikan yang memanusiakan manusia Indonesia. Tidak hanya menggunakan pendekatan ekonomi semata. Sebagai umat yang beragama tentunya kita telah memahami bahwa ayat pertama yang diturunkan adalah Iqro, bacalah belajarlah, berfikirlah. Pergunakan akal untuk menggali ilmu pengetahuan. Akal adalah makna dari otak yang dimanfaatkan untuk berfikir dan ilmu pengetahuan yang dapat menghantarkan martabat dan karakter bangsa hanya bisa dikembangkan oleh akal (otak yang dioperasionalisasikan). Dari sini jelas bahwa memang untuk membangun karakter, watak martabat bangsa harus dimulai.dari.pendidikan. (http://lemlit.uhamka.ac.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=153&judul=dr-daoed-joesoep-:-membangun-karakter-mulai-dari-pendidikan-sesuai-ajaran-islam.html.DiaksesJum’at 15/03/2013)
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan setiap lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.
Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah. Budaya sekolah yang dimaksud yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah (http://ide-guru.blogspot.com/ 2010/05/peranan-guru-dalam-pendidikan-karakter.html/15/03/2013)
Pada skala mikro, pendidikan karakter ini harus dimulai dari sekolah, pesantren, rumah tangga, juga Kantor Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Dari atas sampai ke bawah, dan sebaliknya. Sebab, guru, murid, dan juga rakyat sudah terlalu sering melihat berbagai paradoks. Banyak pejabat dan tokoh agama bicara tentang taqwa; berkhutbah bahwa yang paling mulia diantara kamu adalah yang taqwa. Tapi, faktanya, saat menikahkan anaknya, yang diberi hak istimewa dan dipandang mulia adalah pejabat dan yang berharta. Rakyat kecil dan orang biasa dibiarkan berdiri berjam-jam mengantri untuk bersalaman. Kalau para tokoh agama, dosen, guru, pejabat, lebih mencintai dunia dan jabatan, ketimbang ilmu, serta tidak sejalan antara kata dan perbuatan, maka percayalah, Pendidikan Karakter yang diprogramkan Kementerian Pendidikan hanya akan berujung slogan! (http://insistnet.com/index.php?option=com_content&task=view&id=133. Perlukah pendidikan berkarakter? Diakses jum’at 15/03/2013)
Berkarakter atau Berakhlak mulia itu dalam ajaran Islam adalah orang yang dipujikan Allah dan ditinggikan derjatnya. Orang yang berakhlak mulia itu adalah orang yang sukses, sehat dan bahagia hidupnya. Setiap pribadi semestinya memiliki akhlak yang mulia, apalagi para pendidik dan konselor (khususnya), agar ia lebih bijaksana dalam menjabarkan nilai-nilainya ke dalam program-program untuk dituangkan dalam rencana-rencana pembangunan manusia seutuhnya. Dalam ajaran Islam, pribadi dan sepak terjang Rasulullah adalah manifestasi dan realisasi dari ajaran-ajaran al-Qur’an, yang di dalamnya terkandung sumua sifat-sifat Tuhan. Siti ‘Aisyah, dalam menerangkan sifat-sifat Rasulullah dengan ringkas tetap berkata: ”akhlak Rasulullah ialah al-Qur’an” (Hamka,1982;I:70, Humaidi Tatamangarsa,1980:16-7). Lebih dari itu al sendiri telah dengan tegas menyatakan bahwa Rasulullah adalah sebagai panutan/ikutan yang baik. (QS. al Ahzab, 33:21). Dalam sejarah tercatat, selama hidupnya beliau senantiasa membantu orang lain, dan sangat peduli terhadap penderitaan orang lain.
Sahabat pernah bertanya pada Nabi tentang inti agama sebagai berikut: Hai Nabi! Apakah inti agama itu (maad diin)? Pertanyaan ini ditanyakan sahabat kepada Nabi sebanyak empat kali. Tiga kali Nabi menjawab pertanyaan itu dengan “akhlak yang baik” (husnul-khuluq). Sedang jawaban keempat Nabi memberikan “amaa tafqahu, wahuma allaa taghdhab!” (Ahmad bin Hambal,1981:255 dan 288). Jawaban ini hakikatnya juga akhlak, yakni agar orang jangan cepat emosi. Dalam menjawab tentang hakikat (inti) agama, Nabi saw, ada yang mengatakan bahwa agama itu adalah nasehat menasehati (ad-diinul nashiihah), agama itu adalah muamalah (ad-diinul mu’amalah), agama itu adalah iman (ad-diinul iimaan), akhlak itu tandan kesempurnaan iman (akmalul mukminiina iimaanan ahsanuhum khuluqan), akhlak itu wadah agama (akhlaqu wi’aaud diin), dan bahwa kebahagiaan seseorang itu terletak pada akhlaknya yang baik (min sa’aadatil mar’i husnul khuluq). (Muhammad Mawardi, Jawahir al Hadis,t.t.:22) Nabi sendiri menegaskan bahwa aku diutus menjadi Rasul adalah bertugas untuk menyempurnakan akhlak manusia (innamaa bu’istu liutammima makaarimal akhlaq) (Hambal,1981:331). Disamping itu pribahasa (Syauqy) mengatakan pula bahwa “Tegaknya suatu umat itu karena akhlak baiknya dan apabila akhlaknya rebah maka rebah pulalah umat (bangsa) itu” (Asmaran,1992:5).
IV. PENDIDIKAN BERBASIS AL-QUR’AN
Pendidikan al-Qur’an bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, pandai baca tulis al-Qur’an, berakhlak mulia, mengerti dan memahami serta mengamalkan kandungan al-Qur’an”. Pendidikan berbasis al-Qur’an adalah pendidikan yang mengupas masalah al-Qur’an dalam makna; membaca (tilawah), memahami (tadabbur), menghafal (tahfizh) dan mengamalkan serta mengajarkan atau memeliharanya melalui berbagai usnsur.
Hal ini mengingatkan kita semua, terutama kalangan pendidik, bahwa mu’allim memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku manusia dalam menjalani hidupnya. Karena anak didik adalah amanah Allah, maka para pedidiknya terlebih dahulu harus mengubah diri mereka sebalum mendidik. Dalam sejarah pendidikan Islam dialog antara calon pendidik dengan orang tua anak sangat terkenal sebagaimana dikutip oleh Ibnu Khaldum, dari amanah Umar bin Utbah yang diucapkannya kepada calon pendidik anaknya sebagai berikut: “Sebelum engkau membentuk dan membina anakku, terlebih dahulu hendaklah engkau membentuk dan membina dirimu sendiri, karena anakku tertuju dan tertambat kepadamu. Seluruh perbuatanmu itulah yang baik menurut pandangannya. Sedangkan apa yang engkau hentikan dan tinggalkan itu pulalah yang salah dan buruk di matanya (Nashruddin, 1979:107)
Di sekolah, Pendidikan al-Qur’an berfungsi sebagai, pengenalan, pembiasaan, pencegahan, dan penanaman nilai-nilai. Sedangan Ruang Lingkup Pendidikan al-Qur’an, kepada peserta didik diajarkan dan dididik menulis, membaca, menghafal ayat-ayat pendek dan pilihan serta mencontohkan nilai-nilai dalam al-Qur’an sekaligus melatih dan membiasakan membaca al-Qur’an bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari (Kurikulum Pendidikan Al-Qur’an di sekolah, 2008)
Untuk menghidupkan dan menyuburkan semaraknya pendidikan al-Qur’an diperlukan kerja sama terpadu secara berkelanjutan antara sekolah, rumah tangga dan masyarakat. Hal ini tidak diragukan lagi, bahwa pendidikan al-Qur’an adalah bahagian dari PAI, yang merupakan mata pelajaran wajib diberikan dari TK sampai perguruan tinggi. Di dalam masyarakat ditemukan dan dilaksanakan pedidikan agama Islam nonformal seperti adanya TPA/TPSA dan MDA/MDW dan MDU yang ada disetiap mesjid dan mushalla dan pondok al-Qur’an di setiap kecamatan. Bagi orang dewasa pendidikan al-Qur’an dilakukan melalui majelis Taklim dan pengajian al-Qur’an lainnya dalam berbagai bentuk seperti yasinan, tadarrus al-Qur’an, tafsir al-Qur’an dan lain-lain.
Pemerintah memberikan dorongan di samping adaya Perda tentang BTQ bagi anak usia SD/MI, ada pencanangan dan himbauan untuk maghrib mengaji, subuh mubarakah dan lain. Adanya wirid remaja, pesantren ramadhan serta kegiatan keagamaan lainnya yang di dalamnya ada pendidkan al-Qur’an.
Hal-hal seperti demikian setidaknya ada empat manfaat yang dapat diperolah, yaitu; (a) tercegahnya masalah kenakalan remaja, (b) dapat menyempurnakan pendidikan agama di sekolah, (c) meningkatkan kesadaran siswa akan kebutuhan terhadap pembinaan keagamaan dan rasa memiliki kegiatan keagamaan khususnya tentang al-Qur’an, (d) membuka lapangan kerja bagi alumni atau orang yang berkewajiban memberikan ilmunya (Muhaimin,2003:127)
Pendidikan al-Qur’an secara bertahap membawa seseorang kepada pemahaman yang akhirnya mampu mengamalkan dan merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari menjadi kepribadian yang terpuji. Untuk memperoleh pemahaman yang layak dari kajian tentang al-Qur’an, perlu dilakukan pendekatan untuk merefleksikan apa yang sedang dibaca, K. Murad dalam eseinya “Jalan menuju al Qur’an (The way to the Qur’an), mengungkapkan sebagai berikut:
1. Perhatikan syarat-syarat dasar guna memperoleh buah kajian al Qur’an
a. Yakini sedalam-dalamnya bahwa dihadapan anda tengah terbentang wahyu ilahi
b. Bacalah dengan niat hanya mencari ridha Allah SWT
c. Terimalah petunjuknya secara penuh dan utuh
d. Leburkan diri anda ke dalam petunjuk yang dikandungnya
e. Mohonlah perlindungan kepada allah dan agungkan asma-Nya.
2. Perkuat dan jaga kehadiran hati
a. Selalu sadari bahwa Allah SWT selalu memperhatikan anda
b. Rasakanlah seolah-olah anda mendengar langsung al
Qur’an dari Allah SWT
c. Rasakanlah seolah-olah al-Qur’an disampaikan langsung kepada anda
d. Lakukan dengan gerak jasmani yang wajar, dan sucikanlah diri anda lahir dan batin
3. Refleksikanlah al-Qur’an dan berupayalah dengan ber-sungguh-sungguh untuk memahaminya;
a. Perhatikan bahwa setiap ayat relevan dengan kondisi sekarang
b. Bacalah keseluruhan al-Qur’an agar mendapat gambaran meyeluruh
c. Hindari pembahasan yang terlalu panjang.
d. Pelajarilah bahasa al-Qur’an
e. Hayati secara mendalam apa yang tengah anda baca,
dan daraslah dengan cara yang harmonis (bacaan tartil)
4. Ajaklah hati anda untuk terlibat dalam pengjkajian al-Qur’an
a. Pelajari bagaimana Rasul saw. dan para sahabatnya berinteraksi dengan al-Qur’an
b. Padanglah bahwa setiap ayat merupakan wahyu yang ditujukan untuk anda
c. Kembangkanlah tanggapan hati terhadap ayat, dan ungkapkanlah dengan memuji Allah, serta mohonlah ampunan-Nya.
Abul A’la Maududi mengemukakan beberapa pedoman untuk mengkaji al-Qur’an;
a. Bacalah al-Qur’an dengan fikiran yang terbebas bias bayangan lain
b. Bacalah al Qur’an lebih dari satu kali, sehingga mendapatkan pandangan yang shahih
c. Catat pertanyaan yang muncul,
d. Sementara anda membaca, carilah perintah al-Qur’an yang sudah anda tangkap dan rasakan
e. Sesudah membaca pertama kali, segera lakukan pembacaan yang semakin rinci, pikirkan bagaimana hal tersebut dapat diterapkan
f. Jangan lupakan bahwa kunci nyata untuk memahami al qur’an adalah melaksanakan secara praktis ajaran al-Qur’an. (Baca A.Van Denffer, 1981:211)
Perlu diperhatikan bahwa seseorang tidak akan pernah menyentuh kebenaran yang dikandung al-Qur’an apabila hanya sekedar membaca saja. Untuk itu ia harus aktif melibatkan diri dalam perjuangan kaum beriman yang dipesankan al-Qur’an, yaitu membaca, menghafalkannya dan mempelajari isi kandungannya, sehingga mampu mengamalkannya.
Memperhatikan paparan di atas, akan sangat dirasakan oleh setiap siswa dan kaum beriman umumnya apa yang menjadi pesan dan fungsi al-Qur’an; sebagai rahmat dan hudan bagi manusia, di antaranya;
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk" (QS. Al-A’raf; 7:158).
Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman ( An-Nahl; 16: 64-65)
Sungguh sangat naif bila seorang atau pelajar muslim tidak mengambil petunjuk dan rahmat Allah SWT yang telah di turunkan melalui kitab al-Qur’an sebagai sumber ajarannya. Oleh karena itu pembentukan karakter atau akhlak, yang menjadi misi Rasulullah SAW di utus ke dunia, perlu diformulasikan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam sebagai pendidikan berkarakter.
Rujukan
Al Abrasyi, Athiyah, Al Tarbiyah al Islamiyah, terj. Bustami: Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970
Al-Ustadz Abdul Mukti TS, Editor, Haryadi Suryana, Manhalul ’Irfan, Pen, Sinar Bandung
Athiyah al-Abarasyi, Mohd., Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1970
Asmaran, As., Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali, 1992
Denffer, A.Van, Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, Jakarta: Rjawali, 1981
Ibnu Maskawaih, Tahzub al Akhlaq, Kairo: Dar al Nahdhah al Mishriyah, 1908
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, PT. Hidakarya, Jakarta, 1978 M- 1398 H
Muhaimin, Arah Baru Pengembangn Pendidikan Islam, Bandung: Nuansa Cendikia, 2003
Saleh Samak, M., Ilmu Pendidikan , Fannut-Tadris, 1983.
(http://insistnet.com/index.php?option=com_content&task=view&id=133. Perlukah pendidikan berkarakter? Diakses jum’at 15/03/2013
http://ide-guru.blogspot.com/2010/05/peranan-guru-dalam-pendidikan-karakter.html/15/03/2013


[1]Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Makalah disampaikan pada Seminar Internasional; Rekonstruksi Formulasi Penyelenggaraan Pendidikan Islam sebagai pendidkan Islam Berkarakter. Kegiatan dalam rangka HUT ke-63 Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam (GUPPI) di Provinsi Sumatera Barat, bersama IAIN Imam Bonjol dan Kementerian Agama, 16 Maret 2013 di Auditorium Gebernuran Padang Prov. Sumatera Barat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PENBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN BERBASIS AL-QUR’AN"

Posting Komentar