pendidikan kesehatan jasmani di dalam al-qur'an

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang.
Kesehatan merupakan anugrah yang tak ternilai harganya, baik itu kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani, manusia hendaknya mulai memperhatikan makanan yang mereka makan sehari-hari,manusia harus memperhatikan bahwa makanannya harus bersih, sehat, halal dan bisa dikonsumsi. Manusia harus selalu mempertimbangkan apakah makanannya yang dikonsumsinya baik untuk kesehatan ataukah tidak? Demikian pula, masalah makanan membawa kita merenungi peran sistem penciptaan yang menghasilkan berbagai jenis makanan dan pengetahuan kitapun semakin bertambah.
Manusia juga hendak memperhatikan kesehatan badan dan pakaiannya apakah ia telah suci dari has besar maupun hadas kecil, selain itu mausia juga di wajibkan menutup auratnya, dan juga hedak menjaga pandangan matanya agar terhindar dari perbuatan yang mengarahkan pada perbuatan zina.
B.     Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas dapat penulis simpulkan masalah dalam beberapa poin :
a.       Pengertian kesehatan.
b.      Ayat al-qur’an yang menerangkan bahwa Setiap penyakit ada penyembuhnya.
c.       Menjaga padangan dan menjaga kebesiahan pakaian serta menutup aurat.
d.      Memperhatikan makanan dan nilai gizi makanan
C.     Tujuan
Mengetahui sejauh mana peranan al-qur’an dalam memperhatikan manusia terutama tentang kesehatan mereka, larangan Allah untuk tidak memperlihatkan aurat kecuali pada yang mukhrimnya, menjaga padangan agar tak tejerumus dalam perbuatan yang mengarahkan pada perbuatan zina. Serta sejauh manakah manusia memperhatikan makanan yang mereka makan.




Pendidikan jasmani di dalam al-qur’an
Konsep tersebut ditinjau dari perspektif Islam yang mengacu dalam kitab suci Al Quran.Islam sangat memperhatikan kondisi kesehatan sehingga dalam Al Quran dan Hadits ditemui banyak referensi tentang sehat.Misalnya Hadits Bukhari yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda.“Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan manusia yaitu kesehatan dan waktu luang.”
Kosa kata “sehat wal afiat” dalam Bahasa Indonesia mengacu pada kondisi ragawi dan bagian-bagiannya yang terbebas dari virus penyakit.Sehat Wal Afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi mental maupun kesehatan masyarakat.
Menurut Dian Mohammad Anwar dari Foskos Kesweis (Forum Komunikasi dan Studi Kesehatan Jiwa Islami Indonesia), pengertian kesehatan dalam Islam lebih merujuk kepada pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Konsep Sehat dan Afiat itu mempunyai makna yang berbeda kendati tak jarang hanya disebut dengan salah satunya, karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang terkandung dalam kata yang tidak disebut.Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipudaya. Perlindungan Allah itu sudah barang tentu tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi orang-orang yang mematuhi petunjuk-Nya.Dengan demikian makna afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini. Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang Khalik-nya dan alam syurga, namun Islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensif1, harmonis, jelas dan logis. Salah satu kelebihan Islam yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah perihal perspektif Islam dalam mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat.
“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia” demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
57. Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. QS yunus 57
Makna kata-kata penting:
Mau`izhah ( موعظة ) =   pelajaran (nasehat) dari Allah, rambu-rambu yang menghalangimu dari kejahatan .
Wa`azha وعظ)) = menasehati , memperingatkan.
Syifaa’ ( شفاء ) = obat.
Hudaa ( هدى ) = bayaan wa irsyaad, atau penjelasan dan petunjuk.
Fadlillah ( فضل الله ) = nikmat Allah.
Fariha-Yafrahu (  فرح يفرح ) = lawan dari hazina-yahzanu ( sedih ).
Al Farah ( الفرح ) = as-suruur = gembira.

Menurut penafisran Ibnu Katsir, bahwa yang dimaksud dari ayat di atas adalah:
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
Maksud penggalan ayat ini adalah “pencegah kekejian”.
وَشِفَاءٌ لِما في الصّدُوْرِ
Maksudnya adalah dari kesamaran-kesamaran dan keragu-raguan, yaitu menghilangkan kekejian dan kotoran yang ada di dalamnya
وَهُدَى وَرَحْحةٌ لِلْمُؤْمِنين
Maksudnya hidayah dan rahmat dari Allah Ta`ala dapat dihasilkan dengan adanya Al Qur’an itu. Dan sesungguhnya hidayah dan rahmat itu hanyalah untuk orang-orang yang beriman kepadanya, membenarkan dan meyakini apa yang ada di dalamnya, sebagaimana firman Nya:  
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
82. dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS Al-Isra’: 82) [1]

A.    PERINTAH MEMBERSIHKAN PAKAIAN DAN MENJAUHI DOSA

Allah berfirman dalam al-qur’an surat al-mudattsir ayat 4-5

 وَثِيابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ(5)


4. dan pakaianmu bersihkanlah,
5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah,

Dari kedua ayat di atas menunjukkan bahwa penyucian raga harus di ikuti dengan penyucian jiwa, atau bisa juga di pahami bahwa sucinya fisik akan mempermudah kita menjali proses penyucian jiwa, ini yang di utamakan islam ketika menghadapi kaum jahiliyah yang jorok dan meremehkan kebersihan.

B.   MENJAGA KESUCIAN DAN KEBERSIHAN DIRI

Allah swt berfirman dalam al-qur’an surat al baqarah ayat 222
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

sebab Turunnya Ayat :
Sebagian kaum mukminin bertanya kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang apa sebenarnya haid itu, dan apakah seorang suami tetap mempergauli istrinya dalam satu rumah, makan dan minum bersamanya ataukah ia menjauhinya, menyendirikannya seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah..? sebagaiman hal itu disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Anas radhiallahu ‘anhu, “Bahwasanya orang-orang Yahudi apabila istri-istri mereka sedang haid maka mereka tidak makan bersama istri-istri mereka, tidak pula tinggal serumah dengan mereka. Maka para sahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka turunlah ayat
Tafsir Surat al-baqarah Ayat : 222
Allah Ta’ala memberitahukan kepada mereka tentang pertanyaan mereka tentang haidh, apakah wanita setelah haidh kondisinya sama seperti sebelum ia haidh? Ataukah harus dijauhi secara mutlak sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Yahudi? Maka Allah Ta’ala mengabarkan bahwa haidh itu adalah kotoran, maka apabila itu adalah kotoran pastilah merupakan suatu hikmah bahwa Allah Ta’ala melarang dari kotoran itu sendiri. Karena itu Allah Ta’ala berfirman, { فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ } "Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh", artinya, tempatnya haidh. Maksudnya, berjima' di kemaluannya khususnya, karena hal itu haram hukumnya menurut ijma'. Pembatasan dengan kata menjauh pada tempat haidh menunjukkan bahwa bercumbu dengan istri yang haidh, menyentuhnya tanpa berjima' pada kemaluannya adalah boleh, akan tetapi firman-Nya,{ وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ } "Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci", menunjukkan harusnya meninggalkan mencumbu bagian yang dekat dengan kemaluan, yaitu bagian di antara pusar dan lutut, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya, bila beliau akan mencumbu istrinya pada saat istrinya itu sedang haidh, beliau memerintahkan kepadanya untuk memakai kain lalu beliau mencumbunya.
Batasan waktu menjauhi dan tidak mendekati istri yang haidh adalah, { حَتَّى يَطْهُرْنَ } "sampai mereka suci", yaitu, darah mereka telah berhenti, maka apabila darah mereka telah berhenti, hilanglah penghalang yang berlaku saat darah masih mengalir.
Syarat kehalalannya ada dua, terputusnya darah, dan mandi suci darinya. Ketika darahnya berhenti lenyaplah syarat pertama hingga tersisa syarat kedua. Maka oleh karena itu Allah berfirman, { فَإِذَا تَطَهَّرْنَ } "Apabila mereka telah suci", maksudnya mereka telah mandi, { فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ } "maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu", ayat ini merupakan dalil atas wajibnya mandi bagi seorang wanita yang haidh dan bahwasanya terputusnya darah adalah syarat sahnya mandi. Dan tatkala larangan tersebut merupakan kasih sayang dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya dan pemeliharaan dari kotoran, maka Allah berfirman, { إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ } "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat" yaitu dari dosa-dosa mereka secara terus menerus, { وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ } "dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri", yaitu, yang bersuci dari dosa-dosa, dan ini mencakup segala macam bersuci dari yang bersifat matrial seperti dari najis maupun hadats.
Ayat ini juga menunjukkan disyariatkannya bersuci secara mutlak, karena Allah Ta’ala menyukai orang-orang yang bersifat dengannya (baca yang suka bersuci, ed). Itulah sebabnya, bersuci secara mutlak adalah syarat sahnya Shalat, thawaf dan bolehnya menyentuh mushaf. Juga bersuci secara maknawi seperti (mensucikan diri) dari akhlak-akhlak yang hina, sifat-sifat yang rendah dan perbuatan-perbuatan yang kotor. [2]
C.     KESEHATAN DAN PENINGKATAN GIZI
Firmn Allah dalam surat abasa ayat 24
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ إِلَىٰ طَعَامِهِ
24. Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.[3]
Mengenai ayat ini, Dr. Sayid Reza  mengungkapkan sekitar 20 poin penting dalam bukunya "Universitas Pertama dan Nabi Terakhir", salah satunya sebagai berikut, "Seorang dokter Iran menuturkan bahwa manusia diharuskan memperhatikan makanan yang dikonsumsinya. Dengan demikian manusia harus memperhatikan bahwa makanannya harus bersih, sehat, halal dan bisa dikonsumsi. Manusia harus selalu mempertimbangkan apakah makanannya yang dikonsumsinya baik untuk kesehatan ataukah tidak? Demikian pula, masalah makanan membawa kita merenungi peran sistem penciptaan yang menghasilkan berbagai jenis makanan dan pengetahuan kitapun semakin bertambah."[4]
Ayat ini juga mendorong manusia agar mengadakan penelitian tentang makanan yang akan di makan isyarat ini merupakan teguran langsung dan sekaligus sebagai pelajaran agar manusia memperhatiakan apa yang di makan. Keunggulan makan terletak pada kadar gizi yang di kandungnya. Kadar gizi, apakah layak di makan atau tiadak, dapat di ketahui melalui penelitian dan eksperimen di laboratorium. Dengan demikian ayat ini juga mendorong manusia untuk membuat laboratorium pemeriksaan makanan dan pabrik pengolahan makanan sehat. Mengenai makanan sehat dapat di ketahui dari isyarat yang tersebut dalam ayat al-qur’an surat al-maidah ayat 88
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
88. dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.[5]

Penjelasan Tafsir :
 Surat al-maidah Ayat 88 : Ini merupakan perintah Allah subhanahu wata’ala kepada kita manusia agar makan makanan yang halal dan baik. Halal dari aspek hukumnya dan baik dilihat dari substansinya.   Ada juga yang menterjemahkan bahwa “Halal” artinya boleh dan ‘thoyyib” (baik) adalah yang bergizi. Makanlah olehmu makanan yang dibolehkan oleh agama dan mengandung gizi yang baik.
Dan bertaqwalah kepada Allah, maksudnya : Jaga dan peliharalah dirimu dari perbuatan yang Allah tidak suka. Siapakah Allah ?  Ialah yang kamu semuanya beriman kepada-Nya.    Jadi ayat 88 ini mengandung dua pesan dari Allah subhanahu wata’ala :
  1. Makan-minumlah apa yang di-rezki-kan Allah kepada kita manusia,  yang halal dan bergizi.
  2. Bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ayat 88 ini sekaligus membantah apa yang pernah dilakukan oleh enam orang sahabat Nabi Muhammad saw  yaitu ‘Utsman bin Mad’un, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Miqdad bin Aswad, Salim dan Qudamah yang datang menemui Aisyah r.a. (isteri Rasulullah saw) bertanya tentang seperti apa ibadahnya Rasulullah saw.
Maka diceritakanlah bagaimana ibadah Rasulullah saw ketika di rumahnya. Setelah mendengar cerita ‘Aisyah tentang bagaimana ibadah Rasulullah saw, maka berkatalah tiga orang sahabat tersebut.  Yang seorang berkata : “Demi Allah, mulai sekarang aku akan shaum (puasa) sepanjang hari”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah, aku tidak akan menikah sampai mati”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah bahwa aku akan melaksanakan sholat malam (Tahajud) setiap malam”.
Apa yang disampaikan oleh para sahabat tersebut adalah ekstrim (terlalu), walaupun niatnya baik. Karena dengan cara demikian itu mereka mengabaikan rezki Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala telah menyediakan rezki yang halal dan thoyyib. Dengan sumpah seperti tersebut diatas, mereka telah mengabaikan kewajiban kepada isteri dan anak-anaknya.  Dengan sumpah seperti itu mereka telah menjadikan agama menjadi sesuatu yang berat (memberatkan).   Padahal agama yang benar adalah agama yang seimbang.  Yaitu Ibadah – Muamalah – Syahsiyah.
Ibadah kepada Allah swt – Mu’amalah kepada sesama manusia dan Syahsiyah adalah memperhatikan kelestarian hidup pribadi.[6]













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Sesungguhnya setiap penyakit telah ada obatnya, hal ini telah dijelaskan dalam surat yunus ayat 57 dan surat al-isra’ ayat 82, karna itu kita sebagai manusia tidak boleh berputus asa jika di timpa musibah penyakit.
2.      Allah telah menyuruh manusia menjaga kebersihan pakaian dan menjaga kemaluannya, sebagimana yang teradap dalam surat al- baqarah ayat 222.
3.      Manusia di tuntut agar memperhatikan makanan yang hendak di makannya sehingga makanan tersebut halal dan bergizi untuk manusia, seperti yang telah di jelaskan dalam al-quran surat abasa dan al-maidah.
B.     Saran
Kesehatan merupakan anugrah yang tak ternilai harganya, sungguh Allah menyagangi manusia denagn memberikan anugrah tersebut sudah selayaknyalah kita mensyukuri nikmat pemberiannya itu.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari sempurna, karna itu sudilah bagi para pembaca sekalian untuk memberikan komentar dan kritikan pada kami. Semoga dengan adanya dorongan dari para pembaca sekalian akan menambah baik penulisan makalah ini selanjutnya.

 Terima kasih














DAFTAR PUSTAKA

http://mahad-ib.blogspot.nl/2011/10/tasfir-qs-yunus-57-58-al-quran-sebagai.html

H. Hasan Basri dan T.H Thalhas ,aktualisai pesan al-qur’an dalam bernegara, ihsan- yayasan pancur siwah. Jakarta:2003
http://attaqwakemanggisan.wordpress.com/2010/04/01/tafsir-surat-al-maidah-ayat-88-%E2%80%93-89/


[1]. http://mahad-ib.blogspot.nl/2011/10/tasfir-qs-yunus-57-58-al-quran-sebagai.html
[2] . http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatquran&id=118
[3] H. Basri Hasan dan T.H Thalhas ,aktualisai pesan al-qur’an dalam bernegara, ihsan- yayasan pancur siwah. Jakarta:2003
[4]http://indonesian.irib.ir/keluarga//asset_publisher/aAd0/content/id/5059202/pop_up?_101_INSTANCE_aAd0_viewMode=print
[5] H. Hasan Basri dan T.H Thalhas ,op. cit
[6] http://attaqwakemanggisan.wordpress.com/2010/04/01/tafsir-surat-al-maidah-ayat-88-%E2%80%93-89/

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "pendidikan kesehatan jasmani di dalam al-qur'an"

  1. QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE

    BalasHapus