USHUL FIQIH TENTANG (naskh dan mansukh)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Nasakh merupakan pembatalan pelaksanaan hukum
dengan hukum lain yang datang kemudian. Ada perbedaan pendapat tentang ada
tidaknya nasakh dalam Al-Qur’an. Ada ulama yang mengatakan tidak ada nasak
dalam Al-Qur’an,tetapi ada pula yang mengatakan bahwa ada nasak dalam Al-Qur’an
serta mereka juga mengemukakan dalil yang mendukungnya.
Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan
dibahas tentang nasakh,hakikat,dan permasalahannya.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.
Apakah pengertian nasakh?
2.
Apa syarat-syarat nasakh?
3.
Apa macam-macam nasakh?
4.
Apasajakah permasalahan dalam naskh dan
mansukh?
C.
Tujuan
penulisan
1.
Untuk membahas tentang pengertian nasakh
2.
Untuk membahas tentang syarat-syarat nasakh
3.
Untuk membahas tentang macam-macam nasakh
4.
Untuk membahas tentang permasalahan dalam naskh
dan mansukh
D.
Manfaat penulisan
1.
Untuk mengetahui tentang pengertian nasakh
2.
Untuk mengetahui tentang syarat-syarat
nasakh
3.
Untuk mengetahui tentang macam-macam
nasakh
4.
Untuk mengetahui tentang permasalahan dalam
nasikh dan mansukh
BAB II
PEMBAHASAN
AN-NASKH
A.
Pengertian
Secara bahasa
nasakh berarti mempunyai banyak arti diantaranya:
2. Menghilangkan
atau meniadakan
3. Pengalihan,seperti
pengalihan bagian harta warisan.
4.
Mengganti atau menukar sesuatu dengan yang lain
Menurut istilah sebagaimana di kemukakan oleh
Muhammad Abu Zara :
Artinya
: “Membatalkan pelaksanaan hukum dengan hukum yang datang kemudian”.
Menurut
ulama mutaqaddimin,nasakh adalah menyangkut hukum syar’I (menghapus)hukum
syara’ dengan hukum syara’ yang lain.
Menurut
ulama mutaakhirin diantaranya adalah sebagaimana di ungkapkan oleh Quraish
Shihab:nasakh terbatas pada hukum yang dating kemudian, guna
membatalkan,mencbut, membatalkan, atau menyatakan berakhirnya pemberlakuan
hukum terdahululu , hingga ketentuan hukum yang ada yang di teteapkan terakhir.
Nasak
juga berarti membatalkan pengamalan dengan sesuatu hukum syara’ dengan dalil
yang datang kemudian daripadanya.[3]Sedangkan
Mansukh adalah yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan
Ada
beberapa istilah yang di temukan dalam pembahasan nasakh. Pertama nasikh artinya
yang menghapus(hukum yang datang kemudian) damn mansukh artinya yang di
hapus, yang dibatalkan, dipindahkan (hukum lama). Dalam nasakh sebenarnya hukum
lama masih berlaku seandainya tidak ada hukum baru yang menghapusnya. Dan orang
yang pertama membahas masalah nasakh adalah imam Syafi’i. beliau memasukkan
nasakh sebagai penjelasan hukum bukan mengosongkan atau menghapus nas dari
hukum. Ulama fiqh sepakat bahwa nasakh dapat terjadi pada sunnah contohya hadis
tentang ziarah kubur.
Dalam
hadis ini pertamanya Nabi melarang ziarah kubur tapi kemudian di nasakh oleh
hadis beliau juga yang menghapus hukum hadis pertama., sehingga kesimpulannya
ziarah kubur itu boleh. Adapun nasakh dalam ayat Al-Qur’an terjadi perbedaan
pendapat:
1.
Abu Muslim Al-Asfihani berpendapat bahwa tidak
terdapat nasakh dalam Al-Qur’an. Ada dua alas an penting yang di kemukakan
olehAbu Muslim, pertama seandainya ada maka terjadi pembatalan hukum dalam
Al-Qur’an. Kedua, hukum dalam Al-Qur’an itu bersifat abadi sampai hari kiamat.
2.
Jumhur ulama berpendapat bahwa terdapat nasakh
dalam Al-Qur’an. Pendapat kedua mendasarkan pendapatnya, pertama kepada ayat
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 106:
مَا نَنسَخْ مِنْ
آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنّ
اللّهَ عَلَىَ كُلّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya,
Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.
tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu?
Kedua, bahwa realitas sejarah menunjukkan telah
terjadi nasakh dalam Al-Qur’an seperti ayat tentang warisan menasakh ayat
tentang wasiat. Imam Syuyuti telah meneliti lebih kurang 20 ayat Al-Qur’an yang
di nasakh hukumnya. Ketiga, ayat Al-Qur’an suran An-Nahl ayat 101:
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ
مُفْتَرٍ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا
يَعْلَمُونَ
Artinya
: Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai
penggantinya Padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka
berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja".
bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.
Kata
tabdil yang dimaksud pada ayat diatas adalah mengganti hukum.
Cara mengetahui nasakh dan mansukh :
1. Keterangan
tegas dari nabi atau sahabat
2. Kesepakatan
umat tentang menentukan ayat ini nasak dan ayat ini mansukh
Adapun manfaat nasakh mansukh adalah agar pengetahuan
tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur
B.
Syarat-
Syarat Nasakh
Muhammad
Abu Zahrah menjelaskan syarat- syarat yang harus dipenuhi Nashakh adalah :
1.
Hukum yang di nasakh itu tidak disertai dengan
keterangan yang mengidentifikasi bahwa hukum itu berlaku secara abadi. Maka
tidak boleh menasakh ayat tentang jihad dan hadis tentang jihad.[5]
2.
Ayat yang di nasakha bukan termasuk kepada
perkara yang menurut pemikiran yang jernih dapat diketahui kebaikan
dankeburukannya. Seperti iman kepada Allah, berbakti kepada kedua orang tua,
adil, zalim, dan berdusta.
3.
Ayat yang menasakh atau yang menghapus
datangnya belakangan. Karena hakikat nasakh itu mengakhiri pemberlakuan hukum
yang di nasakh.
4.
Jika kedua nash, baik ayat yang menasakh dan
yang di nasakh tidaka dapat dikompromikan.
C.
Macam- macam nasakh
Khalid Ramadhan
hasan dalam kitabnya Mu’kjam fi Ushul Fiqih ,embagi nasakh menjadi 4
jika dilihat dari segi nasikh atau yang menghapus :
1.
Al-Qur’an di nasakh oleh Al-Qur’an : contohnya
ayat yang berbicara tentang seruan membakar semangat duapuluh orang mukmin yang
sabar akan mengalahkan musuh sebanyak dua ratus orang terdapat dalam surat
Al-Anfal ayat 65 :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ
عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا
مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِئَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ
كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ (65)
Artinya : Hai Nabi, Kobarkanlah semangat
Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada
seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan
seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti[623].[6]
Kemudian ayat diaatas di nasakh atau dihapus
dengan ayat lain yang menegaskan bahwa membakar semangat 100 orang yang sabar
akan mengalahkan musuh sebanyak 200 orang terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 66
:
الْآَنَ
خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ
مِئَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ
يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ (66
Artinya
: Sekarang Allah telah meringankan
kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada
diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua
ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya
mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.
2. Al-Qur’an
di nasakh oleh As-Sunnah
Contohnya
ayat tentang wasiat untuk kedua orang tua dan kerabat telah dihapus hukum-
hukumnya oleh hadis Nabi :”Ketahuilah bahwa tidaka ada wasiat bagi ahli
waris. Contoh lain ayat tentang “hukum cambuk(jilid) bagi laki- laki dan
perempuan yang berzina dengan 100 kali cambuk di nasakh oleh hadis tentang
rajam “rajam bagi pelaku yang berzina.”
3. As-Sunnah
di nasakh oleh Al-Qur’an
Contoh
hadis nabi yang menyatakan “Menghadap ke baitul maqdish ketika shalat selama
16-17 bulan.”(H.R.Bukhari). lalu
ketentuan itu dihapus oleh Al-Qur’an sutar Al- Baqarah ayat 144 yang menyerukan
shalat menghadap ke Baitullah atau Mekah.
قَدْ نَرَى
تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ
وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَ حَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ
شَطْرَهُ وَ إِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ
الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
Artinya :sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya.
dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat
dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan.
4.
As-Sunnah di nasakh oleh As-sunnah
Seperti
larangan berziarah kubur pada waktu permulaan Islam. Kemudian Rasul dengan
hadisnya yang lain membolehkan ziarah kubur setelah masyarakat mengetahui
hakikat ziarah kubur (H.R.Muslim)
Artinya
: “dulu aku(nabi) melarang kalian untuk ziarah kubur, sekarang berziarah
kuburlah kamu.”(H.R. Muslim)
D.
Hikmah
Nasakh
Menurut
Abdul Wahab Khallaf hikmah adanya nasakh antara lain :
1.
Hukum Allah diturunkan untuk merealisasikan
kepentingan hidup manusia. Kepentingan hidup manusia selalu berubah disebabkan
bergantinya waktu dan tempat maka nasakh sebagai salah satu jalan untuk
memperjelas hukum, hasilnya akan sejalan dengan kepentingan hidup manusia
dimana saja manusia hidup.
2.
Keadilan dalam pembentukan hukum diperlukan
adanya tahapan, sehingga manusia tidak merasa kaget dantidak merasa berat.
Seperti proses kpengharaman khamar.
E.
Kaidah-
Kaidah yang Berkaitan dengan Nasakh
1. Dalil qath’i
tidak dapat dihapus oleh dalil zhanni.
Dalil qath’i hanya terdapat dalam
Al-Qur’an, hadis, serta sebagian ijma’. Sedangkan dalil zhanni seperti
qiyas, istihsan, maslahah mursalah, urf, dan syar’u
manqablana.
2.
Yang menghapus diperbolehkan asalkan lebih
ringan, atau sepadan dengan yang dihapus. Contoh, iddah perempuan yang
ditinggal mati suaminya masa iddah nya adalah setahun.
وَالَّذِ ينَ يُتَوفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَ رُونَ
أَزْوَجًا وَصِيَّةً لِّأَزْوَجِهِمْ مَّتَعًا إِلىَ الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِ
نَّ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِى أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَّعْرُ
وفٍ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya : Dan orang-orang yang akan
meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat
untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak
disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka
tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka
berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Kemudian
dhapus dengan iddah selama empat bulan sepuluh hari(QS. Al-Baqarah ayat
234)
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ
أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ
بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : Orang-orang
yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah
Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa
yang kamu perbuat.
3. Yang
mengahpus boleh lebih berat dari yang dihapus. Hal ini didasari oleh Al-Qur’an
QS. Al-Baqarah ayat 106, tetapi sebagian ulama ada yang tidak membolehkan.
Contoh. Pengahpusan puasa Asy-Syura dengan puasa ramadhan
4. Ijma’ dan qiyas tidak dapat dijadikan sebagai
penghapus(nasikh)
Hukum
Islam dapat menasakh hukum yang berlaku pada umat sebelum Islam. Hal ini
menunjukkan bahwa nasakh memang dibutuhkan dikarenakan adanya perubahan zaman
dan tempat. Sehingga perlu hukum yang sejalan dengan zaman dan tempat. Hukum
umat terdahulu yang telah dinasakh oleh Islam, seperti orang Yahudi dibolehkan
menikah dengan perempuan tanpa batas, maka Islam menghapus hukum tersebut dan
diganti dengan kebolehan menikah dengan perempuan maksimal empat. Diharamkan
bagi orang- orang Yahudi sebagian makanan seperti, binatang yang berkuku, sapi,
domba, dan lemak kedua binatang tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Nasakh
adalah membatalkan pelaksanaan hukum yang lama dengan hukum yang dating
kemudian. Nasikh adalah yang menghapus(hukum yang datang kemudian) dan
mansukh artinya yang di hapus, yang dibatalkan, dipindahkan (hukum lama).
Dalam nasakh sebenarnya hukum lama masih berlaku seandainya tidak ada hukum
baru yang menghapusnya.
B. SARAN
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca,agar untuk kedepannya kami sebagai makalah dapat mencapai kemajuan
untuk meningkatkannya dari yang sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Ahmad, Zainal
Ushul Fiqih, Jakarta, Bulan
Bintang, Jakarta
Sapiudin,Ushul
Fiqh,JKencana Prenada Group, Jakarta, 2011
Anawar,Abu,ulumul qur’an
Chirzin, Muhammad
Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an
0 Response to "USHUL FIQIH TENTANG (naskh dan mansukh)"
Posting Komentar